Selasa, 01 Juni 2010
Judul Buku: Pelangi Pemimpinku,Bagaimana Anak Indonesia Memandang Pemimpinnya
Penulis: Sri Andiani, Michele Carolane, I Gusti Ayu Sri Gayatri KD, Made Dewinta C, Amanda R, Ni Putu Ayu Ardania S, Fionna Susilo, Cici Rahmawati S, Dewi Setyowati, Rahadian Muslim, Gabrielle Tatia, Nadya Ilmi, Adtya Gilang Pratama, Winner Indi Manega, Indah Ayu P, Robby Adwa Fahlepi, Vierna Tasya W, Neva Arsita, Noval Kurniadi, Vicko Gestantyo Anugraga
Tebal: xvi+134 halaman
Penerbit: Aksara Pustaka
Pengantar
ANGELA KEARNEY
Perwakilan UNICEF di Indonesia
Sebuah mimpi memberi ide pada seorang penulis muda untuk cerita pendeknya, sementara penolakan yang dingin menginspirasikan penulis muda lainnya untuk menulis esai yang mengharukan. Buku ini memperlihatkan semangat para pemenang dan finalis Penulis Muda Indonesia 2009 yang diselenggarakan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia dan didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Sangat menggembirakan bahwa pada tahun ini lebih dari 1.500 anak mengirim tulisan mereka dan untuk pertama kalinya sejak lomba ini dimulai tahun 2004, ada perwakilan anak dari setiap provinsi di kepulauan ini.
Tema tahun ini adalah anak dan pemimpin bangsa yang mencerminkan tahun yang sangat menggairahkan semangat politik bangsa. Jutaan warga Indonesia telah memilih anggota dewan perwakilan rakyat serta presiden dan wakil presiden. Ini adalah bukti bahwa suara rakyat menentukan kerangka kepemimpinan sebuah negara. Keputusan para pemimpin ini akan sangat mempengaruhi kehidupan anak dan remaja serta membentuk masa depan mereka.
Para pemenang dan finalis tahun ini telah menegaskan dengan cara unik mereka sendiri betapa fundamental pentingnya mempertimbangkan suara anak dalam usaha kita memenuhi hak-hak mereka sehingga mereka bisa tumbuh kembang dan terlindungi. Kita harus mendengarkan suara mereka, ide-ide orisinal mereka dan pandangan mereka di dalam keluarga, sekolah dan di masyarakat.
ANGELA KEARNEY
Perwakilan UNICEF di Indonesia
Senin, 31 Mei 2010
Judul Buku: Politik Urang Banjar: Studi terhadap Masyarakat Banjar Perantauan di Perbaungan Serdang Bedagai
Penulis: Faisal Riza MA
Tebal Buku: 127 halaman
Tahun Terbit: Maret 2010
Wacana Islam dan (partai) politik muncul ketika Islam berhadapan dengan kekuasaan. Dalam negara demokrasi, hasrat meraih kuasa dalam negara harus menggunakan instrumen partai politik. Masyarakat Banjar, yang identik dengan Islam, memandang nilai-nilai Islam sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari orang Banjar. Oleh karena itu, mereka memandang hubungan antara Islam dan politik adalah integral, bahkan sudah menjadi mainstream politik mereka. Pendeknya, masalah politik juga merupakan anjuran agama.
Lalu bagaimanakah masyarakat Banjar menubuhkan keyakinan tersebut dalam ranah politik, terutama saat pesta demokrasi (pilpres dan pilkada) berlangsung? Adakah inkonsistensi saat kepentingan dan kalkulasi politik-pragmatis berhadapan dengan idealisme dan keyakinan keagamaan? Adakah kesetiaan terhadap partai Islam selalu linier dengan kesetiaan mereka terhadap tokoh Islam yang berada dalam partai Islam? Lalu, faktor apa saja yang membentuk dan memengaruhi keyakinan (agama dan politik) masyarakat Banjar?
Buku Politik Urang Banjar: Studi terhadap Masyarakat Banjar Perantauan di Perbaungan Serdang Bedagai ini menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan lugas. Sebuah kajian menarik dan langka tentang perilaku politik salah satu etnis terpenting di Indonesia.
***
“Buku yang menguraikan aspek-aspek kehidupan yang memengaruhi perilaku politik orang Banjar ini sangat menarik dibaca. Buku ini juga mengisi celah kosong minimnya literatur yang berkaitan dengan orang Banjar di Perantauan, khususnya di Perbaungan.” Ustadz Ibrahim Khalil (Ketua PMKK Kabupaten Serdang Bedagai)
“Selama ini terjadi keterputusan informasi antara kaum tua dengan kaum muda Banjar. Juga, keberadaan jarak yang jauh dari tanah leluhur membuat semakin kaburnya jejak Urang Banjar. Pemahaman tentang sejarah dan nilai-nilai budaya sering luput bahkan terkesan diabaikan oleh kaum muda. Buku ini sangat penting bagi generasi muda Banjar khususnya di Perbaungan, sangat kontributif dan menyambungkan apa yang selama ini terputus.” (Drs. Abdul Rahman (Tokoh Muda Banjar Serdang Bedagai)
Penulis: Aisya Putrianti, Andanti Ayunda Rachman, Andira Harjodipuro, Andriani Rizky, Dinda Gupitalaras, Fikriana Kusuma Andini, Hilda, Landhyta S.R.P, Mayang Kania, Nabila Astari, Syifa Alsakina, Viola Catalia, Wimala Puspa Enggaringtyas.
Tebal: 108 halaman
Tahun Terbit: 2007
Harga: Rp 19.500
Pengantar Penerbit
Cermin Jujur dalam Cerita Pendek Anak-Anak
Cerita pendek (cerpen) yang ditulis oleh empat belas siswa-siswi tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ini merupakan karya terpilih yang sebelumnya memenangkan lomba penulisan cerpen di Yayasan Dian Didaktika, Cinere, Depok. Empat belas cerpen ini secara umum merefleksikan perasaan, pikiran, dan harapan seorang anak kepada lingkungan sekitarnya—orangtua, teman, guru, dan bahkan diri mereka sendiri. Segera terlihat kejujuran, kepolosan, kebersahajaan dan keluguan khas anak-anak (atau remaja) saat kita membaca cerita pendek-cerita pendek mereka.
Sebuah cerita yang ditulis dan dikarang oleh seorang anak kerapkali tampil lebih jujur, bernas, tanpa polesan rekayasa, dan apa adanya. Hal ini dapat dilihat bukan saja saat mereka marah atau kecewa, benci atau frustrasi, tapi juga kala mereka mengekspresikan gejolak isi hati mereka. Lihatlah bagaimana anak-anak mengeluhkan (atau memprotes) kesibukan orangtua mereka hingga tak sempat lagi mengantar anak-anak ke sekolah.
Dalam “Kasih Sayang Bunda”, misalnya, Fikriana Kusuma Andini, seorang siswa kelas VII SMP, menyampaikan kegundahan hatinya kepada teman-temannya karena Ibunya memberikan perhatian yang sangat besar hingga membuatnya kikuk lantaran dicap anak Mami. Namun saat Ibunya tenggelam dalam kesibukan kerja, sang anak justru merasa terbuang dan tak terperhatikan. Ada rasa kehilangan yang sangat saat Ibunya tenggelam dalam rutinitas kerja.
Kegundahan seorang anak atas kesibukan orangtua juga terbaca dalam
“Kemanakah Ibuku yang Dulu?” yang ditulis oleh Wimala Puspa Enggaringtyas. Barangkali kegundahan semacam ini juga dirasakan oleh puluhan ribu anak lain di Jakarta—sebuah kota metropolitan yang keras dan tak pernah tidur. Rutinitas kerja ternyata merenggut hak-hak anak dan sesungguhnya fenomena semacam ini—di mata anak-anak—adalah hal yang ganjil. Kesadaran bahwa anak-anak memiliki hak untuk disapa, ditegur, diperhatikan, dan dalam batas-batas tertentu juga dimanja, telah bertumbuh dalam diri anak. Pesannya jelas: sebagai orangtua, sepatutnya kita tak mengabaikan hak-hak mereka.
Sosok Ibu memang sosok yang tak tergantikan bagi anak-anaknya. Dalam “Api Berkobar, Ibuku Terbakar”, Viola Catalia melukiskan betapa besarnya jasa seorang Ibu kepada dirinya hingga saat Ibunya tewas dalam musibah kebakaran, ia seperti kehilangan segala-galanya. Langit seperti runtuh, dan dunia gelap gulita begitu api membakar tubuh Ibunya. Pesan moral serupa dapat pula dijumpai dalam “Ketika Ibu Sakit”, karangan Dinda Gupitararas, atau “Senyum Tasha”, karya Mayang Kania.
Barangkali karena itu pula, seorang anak kadang ingin memberikan kejutan
bagi Ibunya. Aisya Putrianti, misalnya, melalui “Kejutan Alya untuk Mama”, menceritakan seorang anak yang ingin memberikan hadiah istimewa kala Ibunya berulang tahun. Kejutan itu barangkali tak terlalu istimewa jika dilakukan oleh orang dewasa. Tapi lihatlah sosok Alya dalam cerita Aisyah tersebut. Saat hari ulang tahun Ibunya mendekat, ia tak punya uang untuk membelikan rok untuk Ibunya sebagai hadiah spesial. Kreativitas Alya diuji hingga akhirnya ia menemukan cara mengumpulkan uang, yaitu dengan menjual koleksi bros lamanya. Setelah menjual bros miliknya, akhirnya ia bisa memberikan kejutan bagi sang Ibu.
Pesannya jelas: seorang anak ingin membahagiakan orangtua mereka. Cara membahagiakan itu bisa melalui berbagai macam cara. Dalam “Akhirnya Alaya Berubah”, misalnya, Hilda menyajikan cerita menarik seputar perubahan-mencolok pada diri Alaya, tokoh utama dalam cerpennya. Semula Alaya adalah sosok yang abai terhadap tugas sekolah, acuh tak acuh, dan pemalas. Namun sebuah perubahan penting terjadi justru ketika ia tak mendapat sanksi apa pun dari kepala sekolah saat ia tidak mengerjakan pekerjaan rumah.
Mendadak sontak Alaya berubah: kini ia adalah sosok yang rajin, giat, dan patuh pada tugas yang diberikan guru sekolahnya. Sebuah perubahan yang akhirnya menghasilkan kejutan tak terbayangkan: mendapat nilai tertinggi di kelasnya. Sebuah prestasi yang akhirnya membuat kedua orangtuanya dan guru-guru di sekolahnya bangga.
Yang juga tak kalah membanggakan adalah telah tumbuhnya kepedulian dan kepekaan sosial anak pada diri mereka. Dalam “Berpuasa Seharian”, Andriani Rizky menyodorkan sebuah fakta sosial yang mungkin bagi kebanyakan orang luput dari perhatian. Adalah seorang bapak pengayuh becak yang tak berpuasa di siang hari di bulan Ramadhan. Melihat ini Bobby, tokoh dalam cerita Andriani Rizky tersebut, tak kuasa menumpahkan protesnya. Mari kita kutip dialog menarik dan menggugah antara Bobby dan bapak tukang becak.
“Bapak enggak puasa?” tanya Bobby heran. “Enggak, Dik. Bapak kan kerja berat. Capek,” sahut si bapak sambil minum. Bobby jadi semakin kehausan.
“Tapi bapak harus menghormati orang-orang yang berpuasa! Ini kan bulan Ramadhan, Pak,” kata Bobby lagi.
“Dik, bapak berpuasa bukan hanya di bulan Ramadhan. Bapak berpuasa setiap hari. Selama ini, selama bapak menjadi tukang becak, bapak selalu berpuasa. Seringkali tanpa berbuka karena penghasilan bapak tidak cukup untuk membeli makanan,” jelas bapak itu.
Dan apa yang dilakukan Bobby sesampainya di rumah? Ia segera berlari menuju dapur untuk mengambil makanan buat penarik becak. Dan tidak itu saja, ia juga meminta uang kepada Ibunya untuk diberikan kepada bapak itu. Sebuah cerita sederhana yang menyimpan banyak hal: kearifan, kepedulian sosial, religiusitas, dan keberpihakan pada orang-orang yang dilemahkan secara politik, ekonomi dan sosial (kaum mustadh’afîn dalam terminologi Al-Quran).
Kepedulian serupa juga dapat ditemui dalam cerpen berjudul “Anggi” karya Nabila Astari. Kepedulian dan kekompakan teman-temannya terlihat saat Anggi tak mampu membayar uang perpisahan kelas. Spontanitas anak-anak terlihat begitu mengetahui Anggi tak dapat membayar. Mereka kompak membantu: mereka ingin berbagi keceriaan kepada temannya yang tak mampu. Telah tumbuh pada diri mereka sebuah nilai hidup penting bahwa kebahagiaan dan keceriaan dalam dunia anak-anak adalah hak yang harus pula bisa dinikmati oleh teman-temannya.
Cerita pendek lain--“Arti Sebuah Kepercayaan” (Andanti Ayunda Rachman), “Pesan Sebuah Perpisahan” (Syifa Alsakina), “Sang Perusak Tanaman Teman” (Landhyta S.R.P), dan “Sebuah Pot Titipan Seorang Anak” (Andira Hardjodipuro), juga mengusung nilai-nilai kepercayaan, kejujuran, solidaritas, dan persaudaraan.
Selamat menikmati sebongkah kejujuran dan kepolosan dari nalar dan nurani anak-anak: jernih tanpa topeng buatan. Intriguing dan inspiring, membuat resah sekaligus menggugah! Selamat membaca.
Mustofa Muchdhor
Penerbit Aksara Pustaka
Judul Buku: Ada Arjuna Ada Srikandi, Ada Superman Ada Wonderwomen: Pria dan Wanita di Mata Anak-Anak Indonesia
Tebal: 171 halaman
Penulis: Aditya Gilang Pratama,ALfinda Agyputri, Anastasia Nathania Harjono, Bima Shahab Hifmawan, dkk.
Editor: Sondang K. Susanne Siregar & Anto Ikayadi
Harga: Rp. 27.000
Discount: 25 %
SINOPSIS:
Pada mulanya, Tuhan hanya menciptakan laki-laki. Namun TUhan melihat bahwa tidak baik manusia hidup seorang diri dan dari satu jenis saja sehingga Tuhan akhirnya menciptakan seseorang yang sepadan dengannya dan terciptakan perempuan, yaitu Hawa. Tuhan menghendaki agar laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Tuhan menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, bukan dari tulang kepala atau tulang kaki agar perempuan dapat menjadi penolong yang setara dan sederajat. Perempuan diciptakan bukan untuk menjadi atasan laki-laki, dan bukan pula menjadi bawahannya. Itulah kehendak Tuhan, namun kehendak Tuhan itu tak selalu sama dengan laku manusia di muka bumi.
Dua puluh tulisan yang terhimpun dalam buku ini mencoba mengangkat isu-isu sensitif seputar ketidakadilan gender yang kerap terjadi di masyarakat. Misalnya, mengapa ketua kelas dan ketua OSIS didominasi laki-laki? Mengapa lingkungan sosial-kultural dan bahkan agama kita seolah menempatkan perempuan pada posisi inferior, marginal, dan terbelakang? Mengapa kesempatan belajar perempuan lebih kecil ketimbang laki-laki? Mengapa kebebasan laki-laki mengekspolasi kemampuannya di ranah publik lebih luas dan terbuka lebar sementara untuk perempuan amat sempit dan terbatas?
Buku yang merupakan esai-esai terbaik dari lomba menulis tingkat nasional tahun 2007 bertema Laki-Laki Perempuan, Sederajatkah? memperebutkan "Penghargaan UNICEC untuk Penulis Muda Indonesia" ini berisi gagasan-gagasan bernas, segar, dan menggelitik. Buku ini sekali lagi membuktikan, anak-anak Indonesia ternyata tak buta dan tuli terhadap kenyataan sosial yang terjadi di depan mata mereka.
Judul Buku: Ijtihad Imam Khomeini dan Perubahan Sosial
Penulis: Iiz Izmuddin MA
Tebal: 141 halaman
Tahun Terbit: Juli 2008
Harga: Rp. 27.500
Discount: 25 %
SINOPSIS:
Ayatullah Imam Khomeini merupakan ikon sekaligus penggerak utama revolusi Islam Iran. Pandangan atau ijtihad politiknya bersumber dari ajaran agama yang ia yakini. Seberapa kuat pengaruh ijtihad Imam Khomeini terhadap perubahan dramatis--politik, sosial, dan kultutal--di kawasan ini? Lalu bagaimana Khomeini memandang Ijtihad? Bagaimana Khomeini menyikapi peristiwa-peristiwa yang tidak ada nash-nya dalam Al-Quran dan Sunnah? Apakah konsep ijtihad Imam Khomeini masih relevan bila diterapkan untuk zaman ini?
Melalui studi yang ekstensif-komparatif, penulis buku ini menyimpulkan ijtihad Imam Khomeini masih memiliki relevansi-kuat hingga kini. metode ijtihadnya yang berdasarkan kemaslahatan dan keadilan--dua prinsip universal dalam penetapan hukum--sangat tepat untuk masa sekarang dan akan datang.
Meski kadang hasil ijtihad Imam dalam politik sangat keras dan radikal, namun dalam bidang muamalah ijtihad Imam sangat luwes, dinamis, dan komprehensif, yang diterapkan melalui metode-metode dalil akal, istishab, al-bara'ah dan ikhtiat. Beberapa contoh ijtihad disodorkan penulis buku ini, misalnya soal konsep wilayah al-fakih, skandal Salman Rusdhie, akad dalam jual-beli, dan pemanfaatan barang gadai.
Buku ini adalah kajian hukum Islam yang langka, sangat tepat dibaca para mahasiswa Fakultas Syariah, peminat kajian ushul fikih, pengkaji dan praktisi politik Islam, atau siapa saja yang tertarik mengenai hukum Islam dan perubahan sosial.